Penghafal Al-Qur’an Keluarga Allah (part.4)

Tulisan

15 LANGKAH DALAM MENGHAFAL AL-QUR’AN

Sesuatu yang paling berhak dihafal adalah Al-Qur’an, karena Al-Qur’an adalah firman Allah, pedoman hidup umat Islam, sumber dari segala sumber hukum, dan bacaan yang paling sering diulang-ulang oleh manusia. Oleh karenanya, seorang penuntut ilmu hendaknya meletakkan hafalan Al-Qur’an sebagai prioritas utamanya. Berkata Imam Nawawi: “Hal pertama (yang harus diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu) adalah menghafal Al-Qur’an, karena dia adalah ilmu yang terpenting, bahkan para ulama salaf tidak akan mengajarkan hadits dan fiqh kecuali bagi siapa yang telah hafal Al-Qur’an. Kalau sudah hafal Al-Qur’an jangan sekali-kali menyibukkan diri dengan hadits dan fiqh atau materi lainnya, karena akan menyebabkan hilangnya sebagian atau bahkan seluruh hafalan Al-Qur’an.” [1]

Di bawah ini beberapa langkah efektif untuk menghafal Al-Qur’an yang disebutkan para ulama, diantaranya adalah sebagai berikut:

Langkah Pertama: Pertama kali seseorang yang ingin menghafal Al-Qur’an hendaknya mengikhlaskan niatnya hanya karena Allah saja. Dengan niat ikhlas, maka Allah akan membantu dan menjauhkan dari rasa malas dan bosan. Suatu pekerjaan yang diniatkan ikhlas, biasanya akan terus dan tidak berhenti. Berbeda kalau niatnya hanya untuk mengejar materi ujian atau hanya ingin ikut perlombaan, atau karena yang lain.

Langkah Kedua: Hendaknya setelah itu melakukan shalat hajat dengan memohon kepada Allah agar dimudahkan di dalam menghafal Al-Qur’an. Waktu shalat hajat ini tidak ditentukan dan do’anyapun diserahkan kepada masing-masing pribadi. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan Hudzaifah ra, yang berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ صَلَّى

“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika ditimpa suatu masalah beliau langsung mengerjakan shalat.”[2]

Adapun riwayat yang menyebutkan doa tertentu dalam shalat hajat adalah riwayat lemah, bahkan riwayat yang mungkar dan tidak bisa dijadikan sandaran.[3]

Begitu juga hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas ra yang menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan Ali bin Abu Thalib shalat khusus untuk menghafal Al-Qur’an yang terdiri dari empat rakaat, rakaat pertama membaca Al-Fatihah dan surat Yasin, rakaat kedua membaca surat Al-Fatihah dan Ad-Dukhan, rakaat ketiga membaca surat Al-Fatihah dan Sajdah, dan rakaat keempat membaca surat Al-Fatihah dan Al-Mulk, itu adalah hadits maudhu’ dan tidak boleh diamalkan. Sebagaimana ulama lain mengatakan bahwa hadits tersebut adalah hadits dhaif.[4]

Langkah Ketiga: Memperbanyak do’a untuk menghafal Al-Qur’an.[5] Do’a ini memang tidak terdapat dalam hadits, akan tetapi seorang muslim bisa berdo’a menurut kemampuan dan bahasanya masing-masing. Mungkin anda bisa berdo’a seperti ini:

اللَّهُمَّ وَفِّقْنِي لِحِفِظِ القُرْآنِ الكَرِيْمِ وَرْزُقْنِي تِلَاوَتَهُ أَنَاءَ اللَّيْلِ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ عَلَى الوَجْهِ الَّذِي يُرْضِيْكَ عَنَّا يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْن

“Ya Allah berikanlah kepada saya taufik untuk bisa menghafal Al-Qur’an dan berilah saya kekuatan untuk terus membacanya siang dan malam sesuai dengan ridha dan tuntunan-Mu wahai Yang Maha Pengasih”.

Langkah Keempat: Menentukan salah satu metode untuk menghafal Al-Qur’an. Sebenarnya banyak sekali metode yang bisa digunakan untuk menghafal Al-Qur’an. Masing-masing orang akan mengambil metode yang sesuai dengan dirinya.

Langkah Kelima: Memperbaiki bacaan. Sebelum mulai menghafal, hendaknya terlebih dahulu diperbaiki bacaan Al-Qur’an agar sesuai dengan tajwid dan makhraj huruf.

Langkah Keenam: Untuk menunjang agar bacaan baik, hendaknya hafalan yang ada kita setorkan kepada orang lain, agar orang tersebut membenarkan jika bacaan salah. Kadang, ketika menghafal sendiri sering terjadi kesalahan dalam bacaan, karena tidak pernah menyetorkan hafalan kepada orang lain, sehingga kesalahan itu teus terbawa dalam hafalan, dan menghafalnya dengan bacaan tersebut bertahun-tahun lamanya tanpa mengetahui bahwa itu salah, sampai orang lain yang mendengarkannya akhirnya memberitahukan kesalahan tersebut.

Langkah Ketujuh: Faktor lain agar bacaan baik dan tidak salah, adalah memperbanyak untuk mendengar kaset-kaset bacaan Al-Qur’an murattal dari syekh yang mapan dalam bacaannya. Kalau bisa, tidak hanya sekedar mendengar sambil mengerjakan pekerjaan lain, akan tetapi mendengar dengan serius dan secara teratur.

Langkah Kedelapan: Untuk menguatkan hafalan, hendaknya mengulangi halaman yang sudah dihafal sesering mungkin, jangan sampai sudah merasa hafal satu halaman, kemudian ditinggalkan hafalan tersebut dalam tempo yang lama, hal ini akan menyebabkan hilangnya hafalan tersebut.

Sebagai renungan, berikut ini kita kemukakan sebuah peristiwa yang patut jadi pelajaran dan nasehat bagi para penghafal Al-Qur’an.

Diriwayatkan bahwa Imam Ibnu Abi Hatim, seorang ajli hadits yang sangat terkenal dengan kuatnya hafalannya. Pada suatu ketika, ia menghafal sebuah buku dan diulanginya berkali-kali, mungkin sampai tujuh puluh kali. Kebetulan dalam rumah itu ada nenek tua. Karena seringnya dia mengulang-ulang hafalannya, sampai nenek tersebut bosan mendengarnya, kemudian nenek tersebut memanggil Ibnu Abi Hatim dan bertanya kepadanya: Wahai anak, apa yang sedang engkau kerjakan? “saya sedang menghafal sebuah buku”, jawabnya. Berkata nenek tersebut: “Tidak usah seperti itu, saya saja sudah hafal buku tersebut hanya dengan mendengar hafalanmu”. “Kalau begitu, saya ingin mendengar hafalanmu” Kata Ibnu Abi Hatim, lalu nenek tersebut mulai mengeluarkan hafalannya. Setelah kejadian itu berlalu setahun lamanya, Ibnu Abi Hatim datang kembali kepada nenek tersebut dan meminta agar nenek tersebut mengulangi hafalan yang sudah dihafalnya setahun yang lalu, ternyata nenek tersebut sudah tidak hafal sama sekali tentang buku tersebut, dan sebaliknya Ibnu Abi Hatim, tidak ada satupun hafalannya yang lupa.[6]

Cerita ini menunjukkan bahwa mengulang-ulang hafalan sangatlah penting. Barangkali kalau sekedar menghafal banyak orang yang bisa melakukannya dengan cepat, sebagaimana nenek tadi. Bahkan kita sering mendengar seseorang bisa menghafal Al-Qur’an dalam hitungan minggu satau hitungan bulan, dan hal itu tidak terlalu sulit, akan tetapi yang sulit adalah menjaga hafalan dan mengulanginya secara kontinyu.

Langkah Kesembilan: Faktor lain yang menguatkan hafalan adalah menggunakan seluruh panca indra yang dimiliki. Maksudnya menghafal bukan hanya dengan mata saja, akan tetapi dibarengi dengan membacanya dengan mulut, dan kalau perlu dilanjutkan dengan menulisnya ke dalam buku atau papan tulis.

Langkah Kesepuluh: Menghafal kepada seorang guru.

Menghafal Al-Qur’an kepada seorang guru yang ahli dan mapan dalam Al-Qur’an adalah sangat diperlukan agar seseorang bisa menghafal dengan baik dan benar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menghafal Al-Qur’an dengan Jibril as, dan mengulanginya pada bulan Ramadhan sampai dua kali khatam.

Langkah Kesebelas: Menggunakan satu jenis mushaf Al_Qur’an dan jangan sekali-kali pindah dari satu jenis mushaf kepada yang lainnya.[7] Karena mata akan ikut menghafal apa yang dilihat. Jika melihat satu ayat lebih dari satu posisi, jelas itu akan mengaburkan hafalan. Masalah ini, sudah dihimbau oleh salah seorang penyair dalam tulisannya:

العَيْنُ تَحْفَظُ قَبْلَ الأُذُنِ مَا تُبْصِرُ فَاخْتَرْ لِنَفْسِكَ مُصْحَفَ عُمْرِكَ البَاقِي

“Mata akan menghafal apa yang dilihatnya –sebelum telinga—, maka pilihlah satu mushaf untuk anda selama hidupmu.”[8]

Yang dimaksud jenis mushaf disini adalah model penulisan mushaf. Di sana ada beberapa model penulisan mushaf, diantaranya adalah: Mushaf Madinah atau terkenal dengan Al-Qur’an pojok, satu juz dari mushaf ini terdiri dari 10 lembar, 20 halaman, 8 hizb, dan setiap halaman dimulai dengan ayat baru. Mushaf Madinah (Mushaf Pojok) ini paling banyak dipakai oleh para penghafal Al-Qur’an, banyak dibagi-bagikan oleh pemerintah Sudi kepada para jama’ah haji. Cetakan-cetakan Al-Qur’an sekarang merujuk kepada model mushaf seperti ini. Dan bentuk mushaf seperti ini paling baik untuk dipakai menghaal Al-Qur’an.

Langkah Keduabelas: Pilihlah waktu yang tepat untuk menghafal, dan ini tergantung kepada pribadi masing-masing. Akan tetapi dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, disebutkan bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الدَّيْنَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ فَسَدَّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا وَاسْتَعِيْنُوا بِالغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ

“Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidak ada yang mempersulit diri dalam adama ini kecuali dia akan payah sendiri, makanya amalkan agama ini dengan benar, pelan-pelan, dan berilah kabar gembira, serta gunakan waktu pagi, siang, dan malam (untuk mengerjakannya)” (HR. Bukhari)

Dalam hadits di atas disebutkan waktu pagi, siang, dan malam, jadi bisa digunakan waktu-waktu tersebut untuk menghafal Al-Qur’an. Sebagai contoh: di pagi hari, sehabis shalat subuh sampai terbitnya matahari, bisa kita gunakan untuk menghafal Al-Qur’an atau untuk mengulangi hafalan tersebut, waktu siang, sesudah shalat zuhur, waktu sore sesudah shalat ashar, waktu malam habis shalat isya’ atau ketika melakukan shalat tahajjud dan seterusnya.

Langkah Ketigabelas: Salah satu waktu yang sangat tepat untuk melakukan pengulangan hafalan adalah waktu ketika sedang mengerjakan shalat –shalat sunnah, baik di masjid maupun di rumah. Hal ini dikarenakan waktu shalat, seseorang sedang konsentrasi menghadap Allah, dan konsentrasi inilah yang membantu kita dalam mengulangi hafalan. Berbeda ketika di luar shalat, seseorang cenderung untuk bosan berada dalam satu posisi, ia ingin selalu bergerak, kadang matanya menengok kanan atau kiri, atau kepalanya akan menengok ketika ada sesuatu yang menarik, atau bahkan kawannya akan menghampirinya dan mengajaknya ngobro. Berbeda kalau seseorang sedang shalat, kawannya yang punya kepentingan kepadanya-pun terpaksa harus menunggu selesainya shalat dan tidak berani mendekatinya, dan begitu seterusnya.

Langkah Keempatbelas: Salah satu faktor yang mendukung hafalan adalah memperhatikan ayat-ayat yang serupa (mutasyabih). Biasanya seseorang yang tidak memperhatikan ayat-ayat yang serupa (mutasyabih), hafalannya akan tumpang tindih antara satu dengan linnya. Ayat yang ada di juz lima umpamanya akan terbawa ke juz sepuluh. Ayat yang mestinya ada di surat Al-Maidah akan terbawa ke surat Al-Baqarah, dan begitu seterusnya. Di bawah ini ada beberapa contoh ayat-ayat serupa (mutasyabihah) yang seseorang sering melakukan kesalahan ketika menghafalnya:

Pertama,

      وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ 

“Dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah” (QS. Al-Baqarah ayat 173)

وَمَآ أُهِلَّ لِغَيرِ ٱللَّهِ بِهِۦ

“Dan (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah” (QS. Al-Maidah ayat 3)

وَمَآ أُهِلَّ لِغَيرِ ٱللَّهِ بِهِۦۖ

“Dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah{“ (QS. An-Nahl ayat 115)

Kedua,

      ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ الْحَقِّ

“Karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan.” (QS. Al-Baqarah ayat 61)

 إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ حَقٍّ 

“sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan” (QS. Ali Imran ayat 21)

ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ الْأَنبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ 

“Yang demikian itu, karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar” (QS. Ali Imran ayat 112)

Langkah Kelimabelas: Setelah hafal Al-Qur’an, jangan sampai ditinggal begitu saja. Banyak murid-murid yang sudah menamatkan Al-Qur’an di salah satu pesantren, setelah keluar dan sibuk dengan studinya yang lebih tinggi, atau setelah menikah atau sudah sibuk pada suatu pekerjaan, dia tidak lagi mempunyai program untuk menjaga hafalannya kembali, sehingga Al-Qur’an yang sudah dihafalnya beberapa tahun di pesantren akhirnya hanya tinggal kenangan saja. Setelah ditinggal lama dan sibuk dengan urusannya, ia merasa berat untuk mengembalikan hafalannya lagi.

Untuk itu, yang paling penting dalam hal ini bukanlah menghafal, karena banyak orang yang bisa menghafal Al-Qur’an dalam waktu yang sangat singkat, akan tetapi yang paling penting adalah bagaimana menjaga hafalan tersebut agar tetap terus ada dalam dada kita. Di sinilah letak perbedaan antara orang yang hanya rajin pada awalnya saja. Karena, untuk menjaga hafalan Al-Qur’an diperlukan kemauan yang kuat dan istiqamah yang tinggi. Dia harus meluangkan waktunya setiap hari untuk mengulangi hafalannya. Banyak cara untuk menjaga hafalan Al-Qur’an, masing-masing tentunya memilih yang terbaik untuknya. Diantaranya cara untuk menjaga hafalan Al-Qur’an adalah sebagai berikut:

 Mengulangi hafalan menurut waktu shalat lima waktu. Seorang muslim tentunya tidak pernah meninggalkan shalat lima waktu, hal ini hendaknya dimanfaatkan untuk mengulangi hafalannya. Agar terasa lebih ringan, hendaknya setiap shalat dibagi menjadi dua bagian, sebelum shalat dan sesudahnya. Sebelum shalat umpamanya: sebelum adzan, dan waktu antara adzan dan iqamah. Apabila dia termasuk orang yang rajin ke masjid, sebaiknya pergi ke masjid sebelum adzan agar waktu untuk mengulangi hafalannya lebih panjang. Kemudian setelah shalat, yaitu setelah membaca dzikir ba’da shalat atau dzikir pagi pada shalat subuh dan setelah dzikir sore setelah shalat ashar. Seandainya saja, ia mampu mengulangi hafalannya sebelum shalat sebanyak seperempat juz dan sesudah shalat seperempat juz juga, maka dalam waktu satu hari dia bisa mengulangi hafalannya sebanyak dua juz setengah. Kalau bisa istiqamah seperti ini, maka dia bisa menghatamkan hafalannya setiap duabelas hari, tanpa menyita waktunya sama sekali. Kalau dia bisa menyempurnakan setengah juz setiap hari pada shalat malam atau shalat-shalat sunnah lainnya, berarti dia bisa menyelesaikan setiap harinya tiga juz, dan bisa menghatamkan Al-Qur’an pada setiap sepuluh hari sekali. Banyak para ulama dahulu yang menghatamkan hafalannya setiap sepuluh hari sekali.
 Ada sebagian orang yang mengulangi hafalannya pada malam saja, yaitu ketika ia mengerjakan shalat tahajjud. Biasanya dia menghabiskan shalat tahajjudnya selama dua jam. Cuma kita tidak tahu, selama dua jam itu berapa juz yang ia dapatkan. Menurut ukuran umum, kalau hafalannya lancar, biasanya ia bisa menyelesaikan satu juz dalam waktu setengah jam. Berarti, selama dua jam dia bisa menyelesaikan dua sampai tiga juz dengan dikurangi waktu sujud dan ruku’.
 Ada juga sebagian orang yang mengulangi hafalannya dengan cara masuk dalam halaqah para penghafal Al-Qur’an. Kalau halaqah tersebut berkumpul setiap tiga hari sekali, dan setipa peserta wajib menyetor hafalannya kepada temannya lima juz berarti masing-masing dari peserta mampu menghatamkan Al-Qur’an setiap lima belas hari sekali. Inipun hanya bisa terlaksana jika masing-masing dari peserta mengulangi hafalannya sendiri-sendiri dahulu.
Dinukil dari buku Abi Hamdi “Penghafal Al-Qur’an Keluarga Allah”
  1. Imam Nawawi, Al-Majmu’, (Beirut, Dar Al Fikri, 1996) Cet. Pertama, Juz: 1, hal: 66

  2. HR. Abu Daud (no: 1319), dishahihkan oleh Syekh Al Bani dalam Shahih Sunan Abu Daud, Juz I, hal. 361

  3. Untuk mengetahui secara lebih lengkap tentang derajat hadits tersebut bisa dirujuk: Abu Umar Abdullah bin Muhammad Al Hamadi, Al Asinatu Al Musyri’atu fi At Tahdhir min As Shalawat Al Mubtadi’ah, (Kairo, Maktabah At Tabi’in, 2002) Cet. Pertama, hal. 97 – 120

  4. Ibid, hal. 21-39

  5. Abu Abdur Rahman Al Baz Taufiq, Ashal Nidham Li Hifzhi Al-Qur’an, (Kairo, Maktabah Al Islamiyah, 2002) Cet. Ketiga, hal. 13

  6. Ibid. Hal 12

  7. Abu Dzar Al Qalamuni, ‘Aunu Ar Rahman fi Hifzhi Al-Qur’an, (Kairo, Dar Ibnu Al Haitsam, 1998) Cet. Pertama, hal. 16

  8. Abu Abdur Rahman Al Baz Taufiq, Op. Cit, Hal. 15

Tags :
Tulisan
Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *